
Nama Sunda mulai digunakan oleh raja Purnawarman pada tahun 397 untuk menyebut ibukota Kerajaan Tarumanagara yang didirikannya. Untuk mengembalikan pamor Tarumanagara yang semakin menurun, pada tahun 670, Tarusbawa, penguasa Tarumanagara yang ke-13, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Peta linguistik Jawa Barat
Pandangan Hidup
Selain
agama yang dijadikan pandangan hidup, orang Sunda juga mempunyai pandangan
hidup yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Pandangan hidup tersebut tidak bertentangan
dengan agama yang dianutnya karena secara tersurat dan tersirat dikandung juga
dalam ajaran agamanya, khususnya ajaran agama Islam. Pandangan hidup orang
Sunda yang diwariskan dari nenek moyangnya dapat diamati pada ungkapan
tradisional, juga dari naskah kuno.[4]
Hubungan antara sesama manusia
Hubungan
antara manusia dengan sesama manusia dalam masyarakat Sunda pada dasarnya harus
dilandasi oleh sikap “silih asih, silih asah, dan silih asuh”, artinya
harus saling mengasihi, saling mengasah atau mengajari, dan saling mengasuh
sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban,
kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan, seperti tampak pada
ungkapan-ungkapan berikut ini:- Kawas gula jeung peueut yang artinya hidup harus
rukun saling menyayangi, tidak pernah berselisih.
- Ulah marebutkeun balung
tanpa eusi
yang artinya jangan memperebutkan perkara yang tidak ada gunanya.
- Ulah ngaliarkeun taleus
ateul yang
artinya jangan menyebarkan perkara yang dapat menimbulkan keburukan atau
keresahan.
- Ulah nyolok mata buncelik yang artinya jangan
berbuat sesuatu di hadapan orang lain dengan maksud mempermalukan.
- Buruk-buruk papan jati yang artinya berapapun
besar kesalahan saudara atau sahabat, mereka tetap saudara kita, orang tua
tentu dapat mengampuninya.
Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya
Hubungan
antara manusia dengan negara dan bangsanya, menurut pandangan hidup orang
Sunda, hendaknya didasari oleh sikap yang menjunjung tinggi hukum, membela
negara, dan menyuarakan hati nurani rakyat. Pada dasarnya, tujuan hukum yang
berupa hasrat untuk mengembalikan rasa keadilan, yang bersifat menjaga keadaan,
dan menjaga solidaritas sosial dalam masyarakat. Masalah ini dalam masyarakat
Sunda terpancar dalam ungkapan-ungkapan:- Kudu nyanghulu ka hukum,
nunjang ka nagara, mupakat ka balarea (harus menjunjung tinggi hukum, berpijak
kepada ketentuan negara, dan bermupakat kepada kehendak rakyat.
- Bengkung ngariung bongkok
ngaronyok
(bersama-sama dalam suka dan duka).
- Nyuhunkeun bobot pangayon
timbang taraju
(memohon pertimbangan dan kebijaksanaan yang seadil-adilnya, memohon
ampun)
0 comments:
Post a Comment